print this page Klik Print

Peran Perwira Muslim Jepang Dalam Upaya Kemerdekaan Indonesia

Sangat sedikit orang Indonesia yang mengetahui tentang jejak sejarah Islam di Jepang, apalagi mengenai profil Abdul Hamid Nobuharu Ono alias Abdul Hamid Ono, seorang perwira Jepang yang beragama Islam dan bertugas di Jakarta sejak Perang Dunia II.

Agama Islam sendiri sudah hadir di Jepang sejak akhir abad ke 18, khususnya ketika Kekhilafahan Turki Ottoman di bawah pemerintahan Sultan Abdul Hamid II (1876 – 1909) mengirimkan sebuah kapal angkatan laut, Ertugrul, dengan tujuan memulai hubungan diplomatik serta memperkenalkan Agama Islam ke Negeri Sakura itu pada tahun 1890 M.

Terkait hal ini Agus Lydiarto dalam artikel “Sejarah Islam di Jepang” menulis bahwa kapal Ertugrul mengalami musibah badai besar dalam perjalanan pulang ke Istambul setelah menyelenggarakan pertemuan dengan Kaisar Jepang. Musibah ini menyebabkan lebih dari 550 diplomat dan awak kapal kekhalifahan Turki Ottoman meninggal dunia, termasuk Laksamana Othman Pasha yang memimpin misi diplomatik tersebut.

Abdul Hamid Ono terlibat sangat aktif dalam upaya diplomasi yang dilakukan oleh KH Abdul Wahid Hasyim untuk membebaskan Rais Akbar Pengurus Besar Nahdlatul U’lama (PBNU), Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, dari tahanan pihak militer Jepang. Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang, itu ditahan oleh penguasa militer dari Negeri Matahari Terbit sejak tahun 1942 ketika mulai menjajah wilayah Hindia-Belanda (Indonesia).

Peran penting Abdul Hamid Ono sebagai pembuka jalur komunikasi dan diplomasi antara pihak Ponpes Tebuireng dengan para perwira Jepang terlihat jelas dalam buku Seri Tempo: Wahid Hasyim (Tokoh Islam di Awal Kemerdekaan) yang menjelaskan bahwa ia adalah pejabat dinas rahasia Jepang yang dekat dengan keluarga Asy’ari. Beliau bertugas di Gresik, Jawa Timur, semasa pendudukan Belanda dan sering berkunjung ke Ponpes Tebuireng (hlm 72, 2011).

Hal senada juga dinyatakan oleh Aboebakar dalam bukunya, Sedjarah Hidup Wahid Hasyim, yang memastikan peran penting Abdul Hamid Ono dalam membuka pintu komunikasi dan diplomasi agar KH. Wahid Hasyim, putra sulung Hadratus Syaikh, bersama KH. Abdul Wahab Hasbullah dapat menemui pembesar-pembesar Negeri Samurai di Jakarta. Akhirnya komunikasi dan diplomasi yang dilakukan oleh keduanya membuahkan hasil dengan dikeluarkannya Hadratus Syaikh dari terali besi oleh pihak Jepang pada 18 Agustus 1942, empat bulan setelah beliau digelandang dari Ponpes Tebuireng. 

Dengan demikian perubahan pandangan Jepang terhadap organisasi keagamaan dengan tidak menganggapnya lagi sebagai ancaman terhadap pendudukan mereka di Indonesia merupakan hasil dari upaya lobi, diplomasi dan pendekatan intensif yang dilakukan oleh KH Abdul Wahid Hasyim, KH. Abdul Wahab Hasbullah dan Abdul Hamid Ono terhadap para perwira pendudukan Jepang di Indonesia.

Sejak saat itu terjadi kolaborasi politik antara sebagian besar kalangan ummat Islam di Indonesia dengan para perwira pendudukan Jepang melalui pembentukan sejumlah organisasi dan birokrasi seperti Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), Kantor Urusan Agama (Shumubu), Majalah Soeara MIAI dan PETA (Pembela Tanah Air).

Bahkan pasukan paramiliter khusus untuk ummat Islam seperti Hizbullah (Laskar Allah) dan Sabilillah (Jalan Allah) juga dibentuk oleh Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), organisasi pengganti MIAI, atas izin pemerintah Jepang.

Terkait hal ini Prof. Harry Jundrich Benda menjelaskan dalam bukunya, Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang (1980) bahwa sejak pertengahan tahun 1920-an lembaga studi dan majalah yang membahas masalah Islam telah muncul di Jepang. Suatu pameran dan kongres Islam telah diadakan di Tokyo dan Osaka pada November 1939 dengan dihadiri oleh delegasi MIAI dari Indonesia, bahkan Prof. Kanaya, seorang ahli Islam, juga berangkat ke Indonesia untuk memperkuat ikatan ummat Islam kedua bangsa segera setelah kongres selesai.

Dalam buku yang diterjemahkan oleh Daniel Dhakidae itu dijelaskan juga tentang pendekatan Jepang terhadap ummat Islam di Indonesia yang dilakukan secara gencar dengan menekankan persamaan antara Shinto dan Islam mengenai konsep Hakkoichiu (Persaudaraan Sejagad), silaturrahmi dengan para pemuka MIAI, dan membuka Shumubu.

Adapun langkah-langkah strategis lainnya ialah dengan menjamu para pemimpin Islam di Hotel Des in Des yang mewah dan menampilkan ‘Haji-haji Tokyo’ seperti Abdul Hamid Ono, Abdul Mun’im Inada, Muhammad Taufik Suzuki dan Yusuf Saze serta mengizinkan terbitnya majalah Soeara MIAI sejak januari 1943.

Huda Nuralawiyah yang meresensi buku ini pun menyatakan bahwa bendera PETA bukanlah merah-putih melainkan bulan sabit di atas matahari terbit yang melukiskan perang suci Islam Indonesia terhadap imperialis barat yang Kristen. Peta merupakan angkatan bersenjata Indonesia pertama yang dibentuk Jepang (hlm 174-175).

Bahkan Gunseikan memutuskan bahwa hari Jum’at libur setengah hari bagi kantor pemerintah sejak 1 Mei 1945, mulai dicetaknya Al-Qur’an yang pertama kali di Negeri Garuda pada 8 Juli 1945 dan didirikannya Universitas Islam Indonesia (UII) dengan Abdul Kahar Muzakkir sebagai ketua.

Dengan demikian Abdul Hamid Ono, Prof. Kanaya dan perwira-perwira Muslim Jepang lainnya merupakan pihak yang sangat berperan penting dalam mendekatkan hubungan antara umat Islam di Indonesia dan Jepang serta menjadi penyambung, penghubung sekaligus kolaborator antara kepentingan ummat Islam di Indonesia dengan penguasa militer Jepang.

Penulis:
Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P - Staf Peneliti di Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam (PKTTI) Universitas Indonesia
Anggota Forum Alumni (Forluni) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UI dan Ikatan Sarjna Nahdlatul U'lama (ISNU)
 
Keterangan Gambar:
Ilustrasi Bendera Tentara PETA

Baca Juga

Khalid Ibn Walid R.A. | Sang Ksatria Bergelar "Pedangnya Allah"

Khalid ibn Walid R.A. bertarung melawan Rasulullah S.A.W. dan sahabat-sahabatnya, dia bertanggung jawab atas terlukanya Rasulullah S.A.W. Dialah orang satu-satunya yang mengalahkan umat muslim selagi Rasulullah S.A.W. berada di antara mereka.

Tapi bukan karena inilah dia menjadi terkenal. Kita mengenalnya karena Rasulullah S.A.W. memberinya gelar yang spesial yaitu “Saifullah (Pedang Allah).”

Ketika Umar ibn Khatab R.A. adalah khalifah, dia meminta kepada Khalid “Khalid, aku ingin kau menaklukkan Romawi. Berapa banyak prajurit yang kau butuhkan?” Khalid R.A. berkata “Berikan aku 500 prajurit.” Umar bin Khatab R.A. mengingatkannya, “Ya Khalid, mereka mempunyai kira-kira 100.000 prajurit.” Khalid berkata, “Kalau begitu, berikan aku tambahan 500 prajurit lagi.” Umar memintanya untuk membawa 10.000 prajurit bersamanya, tapi Khalid tidak ingin 10.000 prajurit. Dia berkata “Orang-orang kafir itu, Allah hanya memberikan mereka potongan kecil dari dunia, tapi Allah memberikan kita akhirat. Dan Demi Allah, jika aku pergi kesana hanya dengan 10 orang beriman, maka kami akan kembali dengan kekuatan mereka dan kemenangan.”

Inilah keyakinannya. Karena para sahabat Rasulullah S.A.W., hati mereka tidak terpikat kepada dunia, dan mereka hanya memikirkan akhirat.

Allah memberikan mereka ‘Izzah, Allah memberikan mereka kekuatan. Dan kekuatan itu sudah terasa bahkan sebelum mereka bertemu dengan orang-orang kafir. Dan sekelompok kecil prajurit itu dibandingkan dengan jumlah prajurit orang-orang kafir, sudah cukup bagi Khalid R.A. Masya Allah, dia kembali dengan kemenangan.

Pada 4 tahun terakhir kehidupan Khalid ibn Walid R.A., dia diturunkan pangkatnya, tidak diperbolehkan pergi ke medan perang. Ini adalah ujian terbesar bagi Khalid ibn Walid R.A. Setelah Hira selama 6 bulan, dia diberhentikan dari medan perang. Dan Khalid R.A. menjuluki tahun itu sebagai “Tahun-tahun wanita” karena dia tidak bisa pergi berperang.

Dan riwayat menceritakan bahwa Khalid R.A. tidak membuang-buang waktunya. Pada masa itu, Khalid ibn Walid membaca Al-Qur’an. Dia berkata “Jihad telah menghentikanku dari belajar Al-Qur’an.” Sekarang dia bertekad mempelajarinya. Dia membaca Al-Qur’an dari fajr hingga dzuhur, dan terus-menerus menangis karena takut kepada Allah.

Dan setelah 4 tahun menjelang wafatnya Khalid R.A. Subhanallah, dapatkah kau bayangkan bahwa dia orang yang berperang dalam banyak pertempuran, menghancurkan negara-negara perkasa, tapi dia wafat di tempat tidurnya?  Khalid R.A. berkata “Kau tahu, ketika Umar R.A. menurunkan jabatanku, aku merasa kecewa, tapi sekarang aku sadar, bahwa apa yang Umar lakukan adalah tindakan yang tepat, karena Umar R.A. hanya menginginkan yang khair (baik) bagi orang-orang beriman. Dan aku tidak merasa kecewa kepada Umar R.A."

Dan dia sudah dekat dengan kematiannya, dan riwayat menceritakan bahwa ketika orang-orang menjenguknya, dia akan menunjukkan tangannya, dan tidak ada sejengkal jarak pun di tangannya, kecuali ada bekas luka di tangannya. Dia menunjukkan tangan kanannya, tangan kirinya, dadanya, dan kakinya.

Dia berkata “Lihatlah aku, aku bertempur dalam ratusan peperangan, banyak pertempuran, tapi aku sekarat di tempat tidurku?” Seseorang berkata kepada Khalid R.A. “Wahai Khalid, tidakkah kau mengerti, ketika Rasulullah S.A.W. menjulukimu sebagai ‘pedangnya Allah’, maka tidak mungkin kau gugur dalam pertempuran, karena jika kau gugur dalam pertempuran, berarti pedangnya Allah telah berhasil dipatahkan orang-orang kafir, sedangkan pedangnya Allah tidak akan bisa terpatahkan.”

Dan Khalid R.A., bertolak belakang dengan keinginannya, dia meninggal di tempat tidurnya. Tapi ketahuilah, dalam pertempuran Mu’tah, Khalid R.A. mematahkan sembilan pedang. Kenapa? Karena itu semua adalah pedangnya Khalid R.A., sedangkan Khalid sendiri adalah pedangnya Allah, jadi dia tak pernah bisa dipatahkan. Dan dia adalah orang yang menaklukkan dua bangsa adikuasa, namun meninggal di tempat tidurnya.

Kenyataannya adalah, kenapa dia tidak mati syahid? Bukankah Rasulullah S.A.W. bersabda tentang orang yang mati syahid? Bahwa jenazah orang yang mati syahid tidak dimandikan, karena darahnya akan bersaksi dan bersyahadat di hari kiamat. Pakaiannya tidak diganti, karena pakaiannya akan bersaksi untuknya di hari kiamat. Jenazah orang yang mati syahid tidak dishalati menurut para fuqaha. Kenapa? Karena Allah berfirman di dalam Al-Qur’an:

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (Q.S. Ali Imran:169)

Kenyataannya adalah, kemungkinan pakaiannya Khalid R.A. tidak akan bersaksi terhadap syahadat-nya, darahnya kemungkinan tidak akan bersaksi terhadap syahadatnya, tapi Demi Allah, setiap orang yang mati syahid dari umat ini akan bersaksi untuk Khalid ibn Walid R.A., karena tidak ada seorang syahid dari umat ini yang tidak terinspirasi oleh Khalid ibn Walid R.A.

Dan riwayatnya menyebutkan bahwa dia mewariskan seekor kuda dan pedang, dan dia mengirimkannya kepada Umar ibn Khatab R.A. Dan ketika Umar R.A. melihatnya, dia mulai menangis. Dia berkata “Abu Bakar R.A. jauh lebih mengenal seseorang dibandingkan diriku.” Dia menyadari keutamaan Khalid ibn Walid R.A.

Dapatkah orang lain menunggangi kudanya Khalid? Tidak! Karena orang lain tidak akan bisa memenuhi hak kuda itu. Dapatkah orang lain memakai pedangnya Khalid? Tidak! Karena orang lain tidak akan bisa memenuhi hak pedang itu. Karena Khalid R.A. berada pada level yang berbeda.

Dan riwayatnya menyebutkan, bahwa ketika Khalid R.A. meninggal dunia, para wanita dari Bani Makhzum keluar dan menangis, sedangkan Umar mempunyai aturan yang ketat bahwa para wanita tidak boleh keluar dan menangis. Bahkan ketika Abu Bakar R.A. meninggal dunia, para wanita berkumpul di rumah Aisyah R.A., mereka menangis, dan Umar mengusir mereka.

Tapi ketika Khalid ibn Walid R.A. wafat, seseorang datang kepada Umar R.A. dan dia berkata “Wahai Umar, para wanita dari Bani Makhzum menangisi Khalid ibn Walid R.A.”, dan Umar R.A. berkata “Semoga ibumu kehilangan dirimu, karena untuk orang seperti Khalid ibn Walid R.A., orang-orang yang menangis, haruslah menangis.”

Kemudian Umar R.A. mendengar ibunya Khalid R.A. membaca sebuah puisi. Ibunya Khalid R.A. berpuisi “Kau lebih baik daripada jutaan orang. Ketika musuh-musuhmu terjatuh di hadapanmu, kau lebih berani daripada seekor singa dan seekor macan. Kau lebih dermawan daripada banjir yang mengalir menuruni gunung.” Dan Umar R.A. berkata “Ibunya Khalid ibn Walid R.A. telah berbicara benar.”

Aku bersumpah, Demi Allah, jika Khalid lebih baik dari jutaan orang di masanya, maka dia lebih baik daripada milyaran orang di masa sekarang. Dan faktanya adalah, tidak akan ada orang lagi yang bisa menyamai Khalid. Demi Allah, jika kau melihat Khalid R.A., dia adalah perpaduan Frederick The Great, Genghis Khan, Napoleon, Temur, semuanya dalam satu! Dia lebih baik daripada mereka semua jika disatukan! Dan tidak akan ada Khalid ibn Walid R.A. yang lainnya. Seperti yang dikatakan Abu Bakar R.A., dan dia bersaksi atas Khalid ibn Walid R.A., dia berkata “Para wanita tidak akan melahirkan orang seperti Khalid ibn Walid R.A. lagi.”

Semoga Allah mengangkat derajat Khalid ibn Walid R.A. Semoga Allah S.W.T. mempertemukan kita dengan orang-orang seperti Khalid ibn Walid R.A. dan para sahabat R.A. di hari kiamat! Aamiin.sumber

Inilah Karya Hebat Anak Indonesia

Inilah Karya Hebat Anak Indonesia

Sudah bukan cerita baru kalau penemuan anak bangsa, sering kali malah tidak mendapat tempat di negara asalnya. Padahal, sejumlah karya mereka patut diperhitungkan.

Meski dengan segala keterbatasan, mereka justru mampu berinovasi menciptakan alat cukup hebat dan memiliki banyak manfaat. Di usia belia, para pelajar di Indonesia justru memperlihatkan tajinya dalam perang teknologi.

Seperti yang dilakukan Annisa Puteri Raka, siswa SMAN 6 Yogyakarta. Dia memiliki ide membuat Sepatu Anti Maling (Santiling).

“Ide awal pembuatan Santiling ini adalah ketika sandal dan sepatunya sering hilang saat ditinggal di halaman rumah dan masjid. Pada awalnya sih ikhlas-ikhlas saja, tapi lama-lama tekor juga beli sepatu dan sandal terus,” kata Annisa kepada VIVAnews di LIPI Jakarta, Jumat 15 November 2013.

Teknologi Santiling yang dibuat Annisa terdiri atas dua macam, Santiling Mini Switch dan Santiling Reed Switch.

Untuk Santiling Mini Switch, cara kerjanya adalah ketika sepatu mengalami tekanan atau diinjak oleh orang lain, maka alarm akan berbunyi. Sementara itu, Reed Switch adalah ketika jarak sepasang sepatu sudah berjauhan, maka alarm akan berbunyi.

Teknologi Santiling, menurut Annisa, bekerja dengan sistem remote control. Ketika tombol Santiling sudah di dalam posisi ON, maka saat jarak sepasang sepatu sudah berjauhan dan mengalami tekanan (diinjak), sensor akan mengirimkan sinyal ke alarm di sepatu dan di remote control.

“Dengan alat Santiling, maka orang-orang tidak perlu khawatir sepatu dan sandalnya hilang saat jauh dari pengawasan,” ujar Annisa.

Penyiram Tanaman dengan Ponsel

Karya tak kalah hebat juga ditunjukkan oleh dua orang anak siswa kelas lima di Sekolah Dasar Muhammadiyah Manyar, Gresik, Jawa Timur.

Adalah Fatima Ezzat dan Aurumita yang berhasil menciptakan alat penyiram tanaman dengan ponsel.

Konsep bernama Autopot ini memanfaatkan ponsel bekas untuk menyiram tanaman di mana dan kapan saja. Sistemnya memindahkan energi kimia menjadi energi listrik dan gerak.

Cara kerja dari alat Autopot dengan menyambungkannya dengan ponsel bekas. Lalu, dinamo akan bergerak menyedot dan memancurkan air jika ada sambungan telepon masuk.

“Jadi, prosesnya adalah ketika menelepon ke ponsel bekas, maka getaran dari ponsel bekas itu akan mengubah energi gerak menjadi listrik dan selanjutnya akan memberikan tekanan pada air,” ujar Fatima dan Aurumita, kepada VIVAnews.

Aurumita mengaku memiliki hobi menanam. Namun, karena sering bepergian ke luar kota, dia kerap lupa menyiram tanamannya. Dari sini lah ide menyiram tanaman dari jarak jauh bermula.

“Lalu, saya berpikir bagaimana menciptakan alat untuk menyiram tanamannya secara otomatis. Akhirnya, saya menemukan ide menyiram tanaman hanya dengan melakukan panggilan telepon,” ujar Aurumita.

Biaya pembuatan alat Autopot ini hanya Rp350 ribu. Komponennya terdiri atas botol bekas, ponsel bekas, kabel, SIM card, sedotan, dinamo, selotip, baterai, komponen listrik, dan penyemprot air dari mobil bekas.

Gelang Anti Penculikan

Penemuan alat berawal dari masih maraknya kasus penculikan terhadap anak-anak di Indonesia. Situasi ini menjadi ide bagi Nurina Zahra dan Tri Ayu Lestari, siswi SMAN 6 Yogyakarta, yang menciptakan Gelang Anti Penculikan (GAP) dengan sensor alarm otomatis.

“Gelang ini dirancang khusus untuk mengontrol anak atau bayi jika berada jauh dari jangkauan orangtuanya. Apabila si anak sudah berada jauh dari orangtuanya, maka alarm yang ada gelang orang tuanya akan berbunyi,” kata Nurina saat berbincang dengan VIVAnews.

Mekanisme dari Gelang Anti Penculikan ini adalah gelang yang dipakai oleh anak sudah berisi transmitter yang akan mengirimkan sinyal RX radio ke gelang milik orangtua.

Sinyal yang diterima oleh RX Radio akan masuk ke micro controller, kemudian dikeluarkan oleh alat buzzer berupa bunyi alarm.

Alarm akan berbunyi ketika orangtua dan anak berjarak 3 meter. Tapi, menurut Tri Ayu Lestari, ke depannya akan ditambah jaraknya supaya lebih jauh.

Selain menambahkan jarak, keduanya akan menambahkan fitur GPS untuk melihat lokasi anak ketika sudah berada jauh dari orang tuanya. “Fitur GPS itu akan memudahkan orangtua untuk mengetahui lokasi anak ketika benar-benar diculik,” kata Tri.

Keduanya punya harapan besar Gelang Anti Penculikan ini bisa diproduksi secara massal. “Mudah-mudahan alat ini bisa mengurangi kasus hilang atau diculiknya anak oleh orang-orang jahat,” ujarnya.

Rompi Canggih “Gadget Vest”

Dari gelang anti penculikan, kini beralih kepada mereka yang sangat tergantung dengan perangkat gadget, termasuk smartphone.

Penggunaan pengisi daya ponsel portabel, atau populer dengan istilah powerbank, semakin marak digunakan oleh para pengguna ponsel pintar.

Tapi, terkadang aktivitas mengisi daya ponsel dengan powerbank cukup mengganggu, pengguna ponsel harus menenteng ponsel dan powerbank secara bersamaan.

Kondisi itu membuat Yosua Imantaka, siswa SMAN 6 Yogyakarta, memutar otak. Dia kemudian memiliki ide membuat sebuah rompi yang membuatnya tidak kerepotan ketika membawa ponsel dan powerbank secara bersamaan.

Selain itu, rompi ini bisa menghindari tubuh dari efek gelombang elektromagnetik dari ponsel.

“Gadget Vest adalah sebuah rompi yang berfungsi untuk membuat pengguna memiliki ruang untuk menaruh ponsel yang sedang dicash powerbank. Selain itu, rompi dapat melindungi penggunanya dari terkena gelombang elektromagnetik dari ponsel,” kata Yosua.

Ide awal pembuatan Gadget Vest, dia melanjutkan, terinspirasi oleh baju pramuka perempuan yang memiliki banyak kantong untuk menyimpan barang.

Bahan-bahan untuk membuat Gadget Vest terdiri atas rompi anti air, kain flanel (bahan kain yang lembut dan tidak mudah robek), organite (bahan anti radiasi elektromagnetik ponsel yang terbuat dari risin fiberglass dan kristal quartz), dan daktron (berfungsi untuk mengurangi dampak benturan pada ponsel dan menahan panas dari sinar Matahari).

Biaya total pembuatan Gadget Vest cukup terjangkau, totalnya hanya sekitar Rp335 ribu.

Helm Berlampu Sein

Temuan kali ini cukup penting untuk menekan angka kecelakaan lalulintas. Berawal dari banyaknya penyebab kecelakaan, ketika lampu sein pada sepeda motor sudah tertutup oleh barang-barang dagangan atau pun gerobak.

Untuk mengurangi kecelakaan akibat kondisi kendaraan bermotor yang minim fasilitas lampu sein, maka dua siswa asal SMP Islam Al Azhar 26, Yogyakarta, Naufal Rasendriya Apta dan Archel Valiano menciptakan sebuah helm yang sudah dilengkapi dengan lampu sein.

Cara kerja dari helm yang dilengkapi dengan lampu sein ini juga cukup mudah. Jika pengendara ingin berbelok ke kiri, pengendara cukup menggelengkan kepala ke kiri dan lampu sein bagian kiri menyala. Begitu pun ketika akan berbelok ke kanan.

Sementara itu, untuk mematikan lampu sein, pengendara cukup menganggukkan kepala sebanyak dua kali. Lampu sein akan otomatis langsung mati.

Alat-alat yang dibutuhkan untuk pembuatan helm berlampu sein ini terdiri atas sensor accelero meter, micro controller AT Mega 8, lampu sein (kanan dan kiri), serta baterai.

Hasil buah karya Naufal dan Archel akhirnya keluar sebagai pemenang kedua untuk kategori National Young Inventors Award (NYIA) di Kompetisi Ilmiah LIPI.

Jaring 2.500 Karya Ilmiah 

Semua penemuan ini adalah finalis dari kategori National Young Inventor Awards (NYIA) di Kompetisi Ilmiah yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 14-15 November 2013.

LIPI sengaja menggelar Kompetisi Ilmiah untuk merangsang munculnya inovator-inovator muda yang nantinya bakal diadu di tingkat internasional.

Kompetisi ini terdiri atas serangkaian lomba, di antaranya Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-45, Lomba Karya Ilmiah Guru (LKIG) ke-21, Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia (PPRI) ke-12, dan National Young Inventor Award (NYIA) ke-6.

Menurut Kepala LIPI, Lukman Hakim, era globalisasi yang sangat kompetitif ini, anak-anak bangsa harus meningkatkan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Khususnya untuk menciptakan sumber daya manusia berbasis iptek.

“LIPI merasa pentingnya pendidikan iptek di kalangan remaja. Kompetisi ilmiah ini untuk meningkat kemampuan anak-anak bangsa dalam menciptakan solusi-solusi teknologi di masa depan,” kata Lukman.
Pada tahap awal Kompetisi Ilmiah 2013 ini, LIPI menjaring 2.500 karya ilmiah. Tapi, setelah diseleksi berhasil menetapkan 103 finalis karya ilmiah.

Nantinya, ke-103 finalis akan mempresentasikan karya ilmiahnya di depan dewan juri dan ditetapkan pemenangnya dari masing-masing kategori.

“Nanti, karya ilmiah terbaik untuk kategori LKIR dan NYIA akan diberangkatkan ke ajang internasional. Seperti ajang Intel International Science and Engineering Fair pada 2014 dan International Exhibition for Young Inventors 2014,” ujar Kepala Biro Kerja Sama dan Pemasyarakatan Iptek LIPI, Bogie Soedjatmiko Eko Tjahjono.

TRAGEDI CINTA

Muhammad Anis Matta
 
Ada sisi lain yang menarik dari pengalaman emosional para pahlawan yang berhubungan dengan perempuan. Kalau kebutuhan psikologis dan bilogis terhadap perempuan begitu kuat pada para pahlawan, dapatkah kita membayangkan seandainya mereka tidak mendapatkannya?

Rumah tangga para pahlawan selalu menampilkan, atau bahkan menjelaskan, banyak sisi dari kepribadian para pahlawan. Dari sanalah mereka memperoleh energi untuk bekerja dan berkarya. Tapi jika mereka tidak mendapatkan sumber energi itu, maka kepahlawanan mereka adalah keajaiban di atas keajaiban. Tentulah ada sumber energi lain yang dapat menutupi kekurangan itu, yang dapat menjelaskan kepahlawanan mereka.
Ibnu Qoyyim menceritakan kisah Sang Imam, Muhammad bin Daud Al Zhahiri, pendiri mazhab Zhahiriyah. Beberapa saat menjelang wafatnya, seorang kawan menjenguk beliau. Tapi justru Sang Imam mencurahkan isi hatinya, kepada sang kawan, tentang kisah kasihnya yang tak sampai. Ternyata beliau mencintai seorang gadis tetangganya, tapi entah bagaimana, cinta suci dan luhur itu tak pernah tersambung jadi kenyataan. Maka curahan hatinya tumpah ruah dalam bait-bait puisi sebelum wafatnya.

Kisah Sayyid Quthub bahkan lebih tragis. Dua kalinya ia jatuh cinta, dua kali ia patah hati, kata DR. Abdul Fattah Al-Khalidi yang menulis tesis master dan disertasi doktornya tentang Sayyid Quthub. Gadis pertama berasal dari desanya sendiri, yang kemudian menikah hanya tiga tahun setelah Sayyid Quthub pergi ke Kairo untuk belajar. Sayyid menangisi peristiwa itu.

Gadis kedua berasal dari Kairo. Untuk ukuran Mesir, gadis itu tidak termasuk cantik, kata Sayyid. Tapi ada gelombang yang unik yang menyirat dari sorot matanya, katanya menjelaskan pesona sang kekasih. Tragedinya justru terjadi pada hari pertunangan. Sambil menangis gadis itu menceritakan bahwa Sayyid adalah orang kedua yang telah hadir dalam hatinya. Pengakuan itu meruntuhkan keangkuhan Sayyid; karena ia memimpikan seorang yang perawan fisiknya, perawan pula hatinya. Gadis itu hanya perawan pada fisiknya.

Sayyid Quthub tenggelam pada penderitaan yang panjang. Akhirnya ia memutuskan hubungannya. Tapi itu membuatnya semakin menderita. Ketika ia ingin rujuk, gadis itu justru menolaknya. Ada banyak puisi yang lahir dari penderitaan itu. Ia bahkan membukukan romansa itu dalam sebuah roman.

Kebesaran jiwa, yang lahir dari rasionalitas, relaisme dan sangkaan baik kepada Allah, adalah keajaiban yang menciptakan keajaiban. Ketika kehidupan tidak cukup bermurah hati mewujudkan mimpi mereka, mereka menambatkan harapan kepada sumber segala harapan; Allah!

Begitu Sayyid Quthub menyaksikan mimpinya hancur berkeping-keping, sembari berkata, “Apakah kehidupan memang tidak menyediakan gadis impianku, atau perkawinan pada dasarnya tidak sesuai dengan kondisiku?” Setelah itu ia berlari meraih takdirnya; dipenjara 15 tahun, menulis Fi Dzilalil Qur’an, dan mati di tiang gantungan! Sendiri! Hanya sendiri!  Serial Cinta Tarbawi, Anis Matta
◄ Newer Post Older Post ►

Para Sahabat

Nasehat Sang Murabbi

Nasehat Sang Murabbi

Sekilas

Sekilas
Bukanlah seorang penulis apalagi seorang plagiator, tapi coba berbagi atas apa yang di dengar, di lihat dan di baca....

Nasyid

Jangan lupa di LIKE ya,,,

×
 

Copyright 2011 Blog Kita79 is proudly powered by blogger.com | Design by BLog BamZ