print this page Klik Print

Peran Perwira Muslim Jepang Dalam Upaya Kemerdekaan Indonesia

Sangat sedikit orang Indonesia yang mengetahui tentang jejak sejarah Islam di Jepang, apalagi mengenai profil Abdul Hamid Nobuharu Ono alias Abdul Hamid Ono, seorang perwira Jepang yang beragama Islam dan bertugas di Jakarta sejak Perang Dunia II.

Agama Islam sendiri sudah hadir di Jepang sejak akhir abad ke 18, khususnya ketika Kekhilafahan Turki Ottoman di bawah pemerintahan Sultan Abdul Hamid II (1876 – 1909) mengirimkan sebuah kapal angkatan laut, Ertugrul, dengan tujuan memulai hubungan diplomatik serta memperkenalkan Agama Islam ke Negeri Sakura itu pada tahun 1890 M.

Terkait hal ini Agus Lydiarto dalam artikel “Sejarah Islam di Jepang” menulis bahwa kapal Ertugrul mengalami musibah badai besar dalam perjalanan pulang ke Istambul setelah menyelenggarakan pertemuan dengan Kaisar Jepang. Musibah ini menyebabkan lebih dari 550 diplomat dan awak kapal kekhalifahan Turki Ottoman meninggal dunia, termasuk Laksamana Othman Pasha yang memimpin misi diplomatik tersebut.

Abdul Hamid Ono terlibat sangat aktif dalam upaya diplomasi yang dilakukan oleh KH Abdul Wahid Hasyim untuk membebaskan Rais Akbar Pengurus Besar Nahdlatul U’lama (PBNU), Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, dari tahanan pihak militer Jepang. Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang, itu ditahan oleh penguasa militer dari Negeri Matahari Terbit sejak tahun 1942 ketika mulai menjajah wilayah Hindia-Belanda (Indonesia).

Peran penting Abdul Hamid Ono sebagai pembuka jalur komunikasi dan diplomasi antara pihak Ponpes Tebuireng dengan para perwira Jepang terlihat jelas dalam buku Seri Tempo: Wahid Hasyim (Tokoh Islam di Awal Kemerdekaan) yang menjelaskan bahwa ia adalah pejabat dinas rahasia Jepang yang dekat dengan keluarga Asy’ari. Beliau bertugas di Gresik, Jawa Timur, semasa pendudukan Belanda dan sering berkunjung ke Ponpes Tebuireng (hlm 72, 2011).

Hal senada juga dinyatakan oleh Aboebakar dalam bukunya, Sedjarah Hidup Wahid Hasyim, yang memastikan peran penting Abdul Hamid Ono dalam membuka pintu komunikasi dan diplomasi agar KH. Wahid Hasyim, putra sulung Hadratus Syaikh, bersama KH. Abdul Wahab Hasbullah dapat menemui pembesar-pembesar Negeri Samurai di Jakarta. Akhirnya komunikasi dan diplomasi yang dilakukan oleh keduanya membuahkan hasil dengan dikeluarkannya Hadratus Syaikh dari terali besi oleh pihak Jepang pada 18 Agustus 1942, empat bulan setelah beliau digelandang dari Ponpes Tebuireng. 

Dengan demikian perubahan pandangan Jepang terhadap organisasi keagamaan dengan tidak menganggapnya lagi sebagai ancaman terhadap pendudukan mereka di Indonesia merupakan hasil dari upaya lobi, diplomasi dan pendekatan intensif yang dilakukan oleh KH Abdul Wahid Hasyim, KH. Abdul Wahab Hasbullah dan Abdul Hamid Ono terhadap para perwira pendudukan Jepang di Indonesia.

Sejak saat itu terjadi kolaborasi politik antara sebagian besar kalangan ummat Islam di Indonesia dengan para perwira pendudukan Jepang melalui pembentukan sejumlah organisasi dan birokrasi seperti Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), Kantor Urusan Agama (Shumubu), Majalah Soeara MIAI dan PETA (Pembela Tanah Air).

Bahkan pasukan paramiliter khusus untuk ummat Islam seperti Hizbullah (Laskar Allah) dan Sabilillah (Jalan Allah) juga dibentuk oleh Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), organisasi pengganti MIAI, atas izin pemerintah Jepang.

Terkait hal ini Prof. Harry Jundrich Benda menjelaskan dalam bukunya, Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang (1980) bahwa sejak pertengahan tahun 1920-an lembaga studi dan majalah yang membahas masalah Islam telah muncul di Jepang. Suatu pameran dan kongres Islam telah diadakan di Tokyo dan Osaka pada November 1939 dengan dihadiri oleh delegasi MIAI dari Indonesia, bahkan Prof. Kanaya, seorang ahli Islam, juga berangkat ke Indonesia untuk memperkuat ikatan ummat Islam kedua bangsa segera setelah kongres selesai.

Dalam buku yang diterjemahkan oleh Daniel Dhakidae itu dijelaskan juga tentang pendekatan Jepang terhadap ummat Islam di Indonesia yang dilakukan secara gencar dengan menekankan persamaan antara Shinto dan Islam mengenai konsep Hakkoichiu (Persaudaraan Sejagad), silaturrahmi dengan para pemuka MIAI, dan membuka Shumubu.

Adapun langkah-langkah strategis lainnya ialah dengan menjamu para pemimpin Islam di Hotel Des in Des yang mewah dan menampilkan ‘Haji-haji Tokyo’ seperti Abdul Hamid Ono, Abdul Mun’im Inada, Muhammad Taufik Suzuki dan Yusuf Saze serta mengizinkan terbitnya majalah Soeara MIAI sejak januari 1943.

Huda Nuralawiyah yang meresensi buku ini pun menyatakan bahwa bendera PETA bukanlah merah-putih melainkan bulan sabit di atas matahari terbit yang melukiskan perang suci Islam Indonesia terhadap imperialis barat yang Kristen. Peta merupakan angkatan bersenjata Indonesia pertama yang dibentuk Jepang (hlm 174-175).

Bahkan Gunseikan memutuskan bahwa hari Jum’at libur setengah hari bagi kantor pemerintah sejak 1 Mei 1945, mulai dicetaknya Al-Qur’an yang pertama kali di Negeri Garuda pada 8 Juli 1945 dan didirikannya Universitas Islam Indonesia (UII) dengan Abdul Kahar Muzakkir sebagai ketua.

Dengan demikian Abdul Hamid Ono, Prof. Kanaya dan perwira-perwira Muslim Jepang lainnya merupakan pihak yang sangat berperan penting dalam mendekatkan hubungan antara umat Islam di Indonesia dan Jepang serta menjadi penyambung, penghubung sekaligus kolaborator antara kepentingan ummat Islam di Indonesia dengan penguasa militer Jepang.

Penulis:
Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P - Staf Peneliti di Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam (PKTTI) Universitas Indonesia
Anggota Forum Alumni (Forluni) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UI dan Ikatan Sarjna Nahdlatul U'lama (ISNU)
 
Keterangan Gambar:
Ilustrasi Bendera Tentara PETA

Baca Juga

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan Anda serta kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas isi artikel ini, namun kawan komentarnya yang sopan ya...!!! he..he..

◄ Newer Post Older Post ►

Para Sahabat

Nasehat Sang Murabbi

Nasehat Sang Murabbi

Sekilas

Sekilas
Bukanlah seorang penulis apalagi seorang plagiator, tapi coba berbagi atas apa yang di dengar, di lihat dan di baca....

Nasyid

Jangan lupa di LIKE ya,,,

×
 

Copyright 2011 Blog Kita79 is proudly powered by blogger.com | Design by BLog BamZ