Dalam hidup yang singkat ini,
masing-masing kita pasti memiliki banyak keinginan atau pencapaian
sebagai salah satu parameter keberhasilan. Banyak di antara mereka yang
berhasil sebab menetapkan keinginan dengan benar, dan tepat dalam
menempuh cara pencapaiannya. Pun, tak sedikit yang gagal sebab salah
menetapkan keinginan dan menempuh jalur yang tidak benar.
Keinginan erat kaitannya dengan latar
belakang, asupan wawasan, lingkungan tempat seseorang bertumbuh, agama,
dan faktor lain; dari dalam maupun luar dirinya. Banyak pula di antara
keinginan itu yang memang asasi, ambisius, bahkan terkesan dibuat-buat
sehingga mempersulit dirinya.
Karenanya, sebagai salah satu identitas
kemusliman kita, satu-satunya keinginan yang dibenarkan adalah bisa
melakukan semua perintah Allah Ta’ala dan meninggalkan semua yang
dilarang oleh-Nya. Inilah keinginan seorang mukmin sejati, dan tak ada
lagi yang lebih layak untuk diingini olehnya.
Maka cabangnya adalah semua sarana yang
bisa memudahkan dalam mewujudkan keinginan utama sebagai seorang hamba
kepada Rabbnya itu. Baik terkait sarana yang bersifat psikis,
langkah-langkah praktis, maupun materi berupa benda dan harta.
Tentu, perlu dipahami bahwa sarana
tetaplah sarana. Jangan sampai salah fokus hingga sarana bergeser
menjadi tujuan dan dikejar hingga tetes darah terakhir.
Terkait cara mewujudkan keinginan yang
dibenarkan, ada nasihat indah dari Ibnu Athailah as-Sakandari
sebagaimana dikutip Mas Udik Abdullah dalam Bagai Mengukir di Atas Air.
Beliau yang menjadi guru spiritual kaum muslimin di berbagai belahan
bumi ini menyebutkan kiat agar keinginan terwujud, dan hal yang harus
dihindari sebab menghambat terwujudnya keinginan itu.
“Apa yang menjadi keinginanmu tidak akan
kandas jika kau mengejarnya dengan Tuhanmu. Apa yang kau inginkan
menjadi tidak mudah didapat jika engkau mengejarnya dengan dirimu
sendiri.”
Libatkan Allah Ta’ala. Mintalah
pertolongan dari-Nya. Sampaikan keinginan muliamu untuk taat kepada-Nya,
dan jauhi semua larangan-Nya. Mohonlah agar Dia menjauhkan diri yang
lemah ini dari fitnah, dosa, dan seluruh sarana menuju maksiat.
Sampaikan kelemahan dirimu di
hadapan-Nya. Jujur, katakanlah, “Tiada yang bisa menguatkan kita,
kecuali Dia yang Mahakuat. Tiada yang sanggup menolong dan melindungi
diri nan lemah tak berdaya ini, kecuali Dia yang Maha Menolong dan
sebaik-baiknya Pelindung.”
Hanya dengan itulah, kita akan menjadi
hamba yang sukses dunia dan akhirat. Dan, janji celaka adalah kepastian
saat kita mengandalkan diri sendiri dan menafikan Allah Ta’ala. Sifat
itu adalah satu di antara bentuk kesombongan seorang hamba yang lemah
kepada Rabb semesta alam yang Mahadigdaya. [Pirman]
klik
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan Anda serta kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas isi artikel ini, namun kawan komentarnya yang sopan ya...!!! he..he..