Anak Seorang Tukang Batu
|
Ary Ginanjar Agustian
|
Alkisah,
sebuah keluarga sederhana memiliki seorang putri yang menginjak remaja.
Sang ayah bekerja sebagai tukang batu di sebuah perusahaan kontraktor
besar di kota itu. Sayang, sang putri merasa malu dengan ayahnya. Jika
ada yang bertanya tentang pekerjaan ayahnya, dia selalu menghindar
dengan memberi jawaban yang tidak jujur. "Oh, ayahku bekerja sebagai
petinggi di perusahaan kontraktor," katanya, tanpa pernah menjawab
bekerja sebagai apa.
Si putri lebih senang menyembunyikan
keadaan yang sebenarnya. Ia sering berpura-pura menjadi anak dari
seorang ayah yang bukan bekerja sebagai tukang batu. Melihat dan
mendengar ulah anak semata wayangnya, sang ayah bersedih. Perkataan dan
perbuatan anaknya yang tidak jujur dan mengingkari keadaan yang
sebenarnya telah melukai hatinya.
Hubungan di antara mereka jadi tidak harmonis. Si putri lebih banyak
menghindar jika bertemu dengan ayahnya. Ia lebih memilih mengurung diri
di kamarnya yang kecil dan sibuk menyesali keadaan. "Sungguh Tuhan tidak
adil kepadaku, memberiku ayah seorang tukang batu," keluhnya dalam
hati.
Melihat kelakuan putrinya, sang ayah memutuskan untuk
melakukan sesuatu. Maka, suatu hari, si ayah mengajak putrinya berjalan
berdua ke sebuah taman, tak jauh dari rumah mereka. Dengan setengah
terpaksa, si putri mengikuti kehendak ayahnya.
Setelah sampai
di taman, dengan raut penuh senyuman, si ayah berkata, "Anakku, ayah
selama ini menghidupi dan membiayai sekolahmu dengan bekerja sebagai
tukang batu. Walaupun hanya sebagai tukang batu, tetapi ayah adalah
tukang batu yang baik, jujur, disiplin, dan jarang melakukan kesalahan.
Ayah ingin menunjukkan sesuatu kepadamu, lihatlah gedung bersejarah yang
ada di sana. Gedung itu bisa berdiri dengan megah dan indah karena ayah
salah satu orang yang ikut membangun. Memang, nama ayah tidak tercatat
di sana, tetapi keringat ayah ada di sana. Juga, berbagai bangunan indah
lain di kota ini di mana ayah menjadi bagian tak terpisahkan dari
gedung-gedung tersebut. Ayah bangga dan bersyukur bisa bekerja dengan
baik hingga hari ini."
Mendengar penuturan sang ayah, si putri
terpana. Ia terdiam tak bisa berkata apa-apa. Sang ayah pun melanjutkan
penuturannya, "Anakku, ayah juga ingin engkau merasakan kebanggaan yang
sama dengan ayahmu. Sebab, tak peduli apa pun pekerjaan yang kita
kerjakan, bila disertai dengan kejujuran, perasaan cinta dan tahu untuk
apa itu semua, maka sepantasnya kita mensyukuri nikmat itu."
Setelah mendengar semua penuturan sang ayah,si putri segera memeluk
ayahnya. Sambil terisak, ia berkata, "Maafkan putri, Yah. Putri salah
selama ini. Walaupun tukang batu, tetapi ternyata Ayah adalah seorang
pekerja yang hebat. Putri bangga pada Ayah." Mereka pun berpelukan dalam
suasana penuh keharuan.
Apa yang ada rasakan dari membaca kisah tersebut.....
Silahkan tuliskan agar semua orang mendapatkan pembelajaran
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan Anda serta kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas isi artikel ini, namun kawan komentarnya yang sopan ya...!!! he..he..