» لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ
اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ
الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا «
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (qs. Al-Ahzab: 21).
Saudaraku,
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam bukunya “al-rahiq al-Makhtum”
menceritakan kisah renovasi Ka’bah dan proses peletakkan Hajar Asqad ke
tempatnya semula.
‘Pada usia tiga puluh tahun, orang-orang
Quraisy sepakat untuk merenovasi Ka’bah. Sebab Ka’bah itu berupa
susunan batu-batuan, lebih tinggi dari tubuh manusia. Tepatnya sembilan
hasta yang dibangun sejak zaman Nabi Isma’il a.s. Tanpa ada atapnya
sehingga banyak pencuri yang dengan mudah dapat mengambil barang-barang
berharga yang tersimpan di dalamnya. Dengan kondisi semacam itu,
bangunan Ka’bah semakin rapuh dan dindingnya pun sudah mulai
pecah-pecah.
Lima tahun sebelum kenabian, Mekkah dilanda banjir besar hingga meluber
ke baitullah al-haram, sehingga sewaktu-waktu bisa membuat Ka’bah
menjadi runtuh. Sementara itu orang-orang Quraisy dihinggapi perasaan
bimbang antara merenovasi Ka’bah atau membiarkannya seperti semula.
Karena bayangan peristiwa hancurnya Abrahah dan pasukannya oleh
sekawanan burung Ababil (yang datang bergelombang) saat mereka akan
merobohkan Ka’bah, dan melempari mereka dengan batu-batu panas dari
neraka. Sehingga pasukan dari Shan’a Yaman tersebut bagaikan daun-daun
yang dimakan ulat.
Namun Quraisy akhirnya sepakat untuk
tidak mengambil bahan-bahan bangunannya terkecuali dari income yang
baik-baik. Mereka tidak menerima harta dari maskawin para pelacur, jual
beli dengan sistem riba dan perampasan terhadap hak orang lain.
Sekalipun demikian mereka takut untuk merobohkannya.
Akhirnya al-Walid bin al-Mughirah
mengawali perobohan bangunan Ka’bah, lalu diikuti oleh semua orang
setelah tahu tidak ada sesuatu pun yang menimpa al-Walid. Mereka terus
bekerja merobohkan setiap bangunannya hingga sampai ke rukun Ibrahim.
Setelah itu mereka siap untuk membangunnya kembali.
Mereka membagi sudut-sudut Ka’bah dan
mengkhususkan setiap suku atau kabilah dengan bagiannya tersendiri.
Setiap kabilah mengumpulkan batu-batu yang baik dan renovasi Ka’bah pun
dimulai. Yang bertugas menangani urusan pembangunan Ka’bah adalah
seorang arsitek berkebangsaan Romawi yang bernama; Baqum.
Tatkala pembangunan sudah sampai di
bagian Hajar Aswad, mereka berselisih pendapat tentang siapakah yang
paling berhak untuk mendapatkan kehormatan meletakkan batu mulia
tersebut ke tempatnya semula. Perselisihan ini terus berlanjut hingga
sampai empat atau lima hari tanpa ada keputusan. Bahkan perselisihan
tersebut semakin meruncing dan hampir saja mengarah kepada pertumpahan
darah di tanah suci.
Abu Umayah bin al-Mughirah tampil
menawarkan solusi untuk melerai pertikain dan perselishan di antara
mereka, dengan menyerahkan urusan ini kepada siapa saja yang pertama
kali masuk lewat pintu masjid. Mereka menerima pendapat ini.
Allah menghendaki orang yang berhak
tersebut adalah Rasulullah s.a w. Tatkala mengetahui hal tersebut,
mereka berkata, “Inilah al-Amin kami ridha kepadanya, inilah dia
Muhammad.”
Setelah semuanya berkumpul di sekitar
Nabi s.a.w dan mengabarkan apa yang harus beliau lakukan, maka beliau
meminta sehelai selendang dibentangkan, lalu beliau meletakkan Hajar
Aswad tepat di tengah-tengahnya, lalu meminta pemuka-pemuka kabilah yang
saling berselisih untuk memegang ujung-ujung selendang, lalu
memerintahkan mereka semua mengangkatnya.
Setelah mendekati tempatnya beliau
mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di tempatnya semula. Ini
merupakan jalan pemecahan yang sangat brilian dan diridhai semua orang.
Saudaraku,
Orang-orang Quraisy kehabisan dana dari penghasilan yang baik. Maka mereka menyisakan di bagian utara kira-kira enam hasta, yang kemudian disebut dengan al-Hijr atau al-Hathim. Mereka membuat pintunya lebih tinggi dari permukaan tanah, agar tidak dimasuki oleh orang yang ingin melewatinya. Setelah bangunan Ka’bah mencapai ketinggian lima belas hasta, mereka memasang atap dengan disangga enam sendi.
Orang-orang Quraisy kehabisan dana dari penghasilan yang baik. Maka mereka menyisakan di bagian utara kira-kira enam hasta, yang kemudian disebut dengan al-Hijr atau al-Hathim. Mereka membuat pintunya lebih tinggi dari permukaan tanah, agar tidak dimasuki oleh orang yang ingin melewatinya. Setelah bangunan Ka’bah mencapai ketinggian lima belas hasta, mereka memasang atap dengan disangga enam sendi.
Setelah selesai renovasi, Ka’bah itu
berbentuk segi empat, yang ketinggiannya kira-kira mencapai lima belas
meter, panjang sisinya di tempat Hajar Aswad dan sebaliknya adalah
sepuluh kali sepuluh meter. Hajar aswad diletakkan dengan ketinggian
satu setengah meter dari permukaan pelataran untuk thawaf.
Sisi yang ada pintunya dan sebaliknya
setinggi dua belas meter. Adapun pintunya setinggi dua meter dari
permukaan tanah. Di sekeliling luar Ka’bah ada pagar dari bagian bawah
ruas-ruas bangunan. Di bagian tengahnya dengan ketinggian seperempat
meter dan lebarnya kira-kira sepertiga meter. Pagar ini dinamakan
“al-Syadzarawan”. Namun kemudian orang-orang Quraisy meninggalkannya.
Saudaraku,
Pelajaran berharga yang dapat kita petik dari peristiwa renovasi Ka’bah adalah sebagai berikut:
Pelajaran berharga yang dapat kita petik dari peristiwa renovasi Ka’bah adalah sebagai berikut:
• Dengan kekufuran dan kesyirikan
Quraisy, mereka tetap mengagungkan dan mensucikan Ka’bah al-Musyarrafah,
sehingga dana yang mereka pergunakan untuk merenovasi Ka’bah mereka
ambilkan dari yang halal lagi thayyib.
• Semua orang pada sejatinya menyimpan
kekhawatiran dan ketakutan terhadap azab Allah s.w.t, apapun profesi,
kedudukan dan kemuliaan yang mereka sandang di dunia.
• Jika kita ingin menjadi pemimpin dan
tokoh masyarakat yang dicintai dan didengar oleh masyarakat, maka salah
satu sifat yang harus kita punyai adalah ‘amanah’ dapat dipercaya.
• Mediasi sangat diperlukan untuk menyelesaikan persoalan dan kesalah pahaman yang terkadang muncul di tengah-tengah masyarakat.
• Pertikaian, konflik dan peperangan
antar suku Quraisy dapat dihindari dan persatuan kembali terajut, karena
kecerdasan dan kejelian Rasulullah s.a.w dalam membaca dan menganalisa
persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.
• Apa yang dilakukan Nabi s.a.w
mencerminkan kemampuannya dalam menyelesaikan persoalan besar. Jika
perannya gagal, maka Ka’bah dan sekitarnya akan menjadi saksi
pertumpahan darah antar sesama suku dan kabilah Quraisy.
Saudaraku,
Mari kita menyiapkan diri untuk menajdi seorang mediator Islam, agar umat Islam mampu meraih kejayaan dan kemenangan. Konflik dan perselisihan sekecil apapun dapat dihindari dan kesatuan umat dapat terwujud di alam realita kehidupan kita.
Mari kita menyiapkan diri untuk menajdi seorang mediator Islam, agar umat Islam mampu meraih kejayaan dan kemenangan. Konflik dan perselisihan sekecil apapun dapat dihindari dan kesatuan umat dapat terwujud di alam realita kehidupan kita.
Menampilkan kepribadian menarik dan
akhlak yang memikat yang dibingkai dengan sifat amanah, insyaallah kta
layak menjadi perekat dan pemberi solusi bagi permasalahan dan persoalan
yang kerap muncul di tengah-tengah masyarakat. Wallahu a’lam bishawab.
Metro, 27 Oktober 2014
Abu Ja’far Fir’adi
Abu Ja’far Fir’adi
Detail: Rasulullah Sang Mediator Ulung