Kehidupan para sahabat yang mendapatkan
didikan langsung dari Rasulullah Saw adalah teladan yang tiada habisnya
untuk dipelajari. Selalu ada hal-hal baru yang bisa diambil tatkala kita
menyelaminya dari banyak sumber yang terjaga kemurniannya.
Dalam banyak kejadian, para sahabat
Rasulullah Saw ini menampakkan amalnya dengan tidak sedikit pun terdapat
kesombongan dalam diri. Utamanya tatkala mereka ditanya oleh Nabi
tentang amal apa yang telah mereka kerjakan. Pada kesempatan yang lain,
mereka benar-benar menyembunyikan apa yang dilakukan karena mengetahui
keutamaan amal yang tersembunyi.
Terkadang mereka sengaja menceritakan
salah satu kebiasaan masa lalunya, meski hal itu terkesan mengungkit aib
diri. Di antara tujuan mereka adalah supaya tidak diagungkan sebab
menyadari bahwa dirinya memang hanya manusia biasa. Betapa mulianya
sikap mereka dalam menjaga diri.
Dr Abdullah Azzam dalam “Tarbiyah
Jihadiyah” mengisahkan salah satu episode tentang hal ini. Beliau
menceritakan salah satu kejadian membuka masa lalu yang dilakukan oleh
khalifah kedua kaum muslimin.
Saat itu, Umar bin Khaththab mengumpulkan
kaum muslimin di luar waktu shalat. Setelah banyak orang yang
terkumpul, beliau berkata, “Wahai manusia, beberapa tahun yang lalu saya
menggembalakan kambing orang di Kota Makkah untuk mendapatkan upah
beberapa Kirat (4/6 Dinar).”
Hanya mengatakan kalimat tersebut, Umar
bin Khaththab langsung turun dari mimbar tanpa mengatakan sesuatu yang
lain. Melihat kejadian ini, Abdurrahman bin ‘Auf bertanya kepada Umar,
“Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau berdiri hanya untuk merendahkan
dirimu sendiri?”
Dengan santai, Umar bin Khaththab menukasi singkat, “Memang itu yang saya maksud.”
Begitlah Umar. Beliau hendak menegaskan
bahwa dirinya hanyalah manusia biasa yang tidak layak untuk dikultuskan
atau dipuja-puji. Beliau dalam banyak hal sama seperti manusia biasa.
Ketika banyak kelebihan dan akhlak mulianya yang diteladani umat, hal
itu sama sekali di luar kehendak hatinya. Beliau melakukan kebaikan
semata-mata untuk Allah Ta’ala dan meneladani Rasulullah Saw.
Kisah ini, sejatinya adalah tamparan bagi
sebagian kita yang pernah merasa mulia dan enggan mengakui pekerjaan
atau kehidupan masa lalu, kemudian mencari sedemikian banyak dalih untuk
menutupinya. Padahal, yang memuliakan atau menghinakan seseorang adalah
Allah Ta’ala, sesuai dengan kehendak-Nya.
Satu hal yang patut diingat pula, menyembunyikan aib adalah keutamaan, asal niatnya tidak untuk dianggap orang suci. [Pirman]
sumber
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan Anda serta kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas isi artikel ini, namun kawan komentarnya yang sopan ya...!!! he..he..