Duri-duri yang merusak ukhuwah selanjutnya adalah:
13. Egois, arogan, tidak berempati dengan penderitaan saudara dan tidak memperhatikan masalah serta kebutuhannya
Suatu pelajaran yang indah dapat kita petik dari cerita Harun bin Abdillah ra ketika ia berkata : “Pada suatu saat, Ahmad bin Hambal mengunjungiku di tengah malam. Kudengar pintu diketuk, maka aku bertanya : “Siapa di luar sana ?” Ia menjawab : “Aku, Ahmad”. Segera kubuka pintu dan menyambutnya. Aku mengucapkan salam dan ia pun demikian. Lalu aku bertanya : “Keperluan apakah yang membawamu kemari?” Ahmad menjawab : “Siang tadi, sikapmu mengusik hatiku.” Aku bertanya : “Masalah apakah yang membutmu terusik, wahai Abu Abdillah?” Ahmad menjawab : “Siang tadi aku lewat di samping halaqoh-mu, ketika engkau sedang mengajar murid-muridmu, engkau duduk di bawah bayang-bayang pohon sedangkan murid-muridmu secara langsung terkena terik matahari dengan tangan memegang pena dan catatan. Jangan kau ulangi perbuatan itu di kemudian hari. Jika engkau mengajar maka duduklah dalam kondisi yang sama dengan murid-muridmu.”
Dalam kisah di atas, setidaknya ada dua catatan yang layak direnungkan.
1. yang bercerita bukan pihak yang memberi nasihat, melainkan orang yang dinasihati dan ia tergugah dengan nasihat tersebut,
2. kelembutan dan kehalusan gaya nasihat Imam Ahmad. Ia menyampaikannya secara sembunyi di tengah malam, dengan menggunakan kata-kata “Sikapmu mengusik hatiku”, benar-benar suatu ungkapan yang lembut. Ia tidak mengatakan, misalnya “Kamu telah menyakiti manusia….”
Faktor lain yang dapat memperkokoh ukhuwah adalah berempati terhadap penderitaan saudara dan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nya.
Sabda Rasulullah :
13. Egois, arogan, tidak berempati dengan penderitaan saudara dan tidak memperhatikan masalah serta kebutuhannya
Suatu pelajaran yang indah dapat kita petik dari cerita Harun bin Abdillah ra ketika ia berkata : “Pada suatu saat, Ahmad bin Hambal mengunjungiku di tengah malam. Kudengar pintu diketuk, maka aku bertanya : “Siapa di luar sana ?” Ia menjawab : “Aku, Ahmad”. Segera kubuka pintu dan menyambutnya. Aku mengucapkan salam dan ia pun demikian. Lalu aku bertanya : “Keperluan apakah yang membawamu kemari?” Ahmad menjawab : “Siang tadi, sikapmu mengusik hatiku.” Aku bertanya : “Masalah apakah yang membutmu terusik, wahai Abu Abdillah?” Ahmad menjawab : “Siang tadi aku lewat di samping halaqoh-mu, ketika engkau sedang mengajar murid-muridmu, engkau duduk di bawah bayang-bayang pohon sedangkan murid-muridmu secara langsung terkena terik matahari dengan tangan memegang pena dan catatan. Jangan kau ulangi perbuatan itu di kemudian hari. Jika engkau mengajar maka duduklah dalam kondisi yang sama dengan murid-muridmu.”
Dalam kisah di atas, setidaknya ada dua catatan yang layak direnungkan.
1. yang bercerita bukan pihak yang memberi nasihat, melainkan orang yang dinasihati dan ia tergugah dengan nasihat tersebut,
2. kelembutan dan kehalusan gaya nasihat Imam Ahmad. Ia menyampaikannya secara sembunyi di tengah malam, dengan menggunakan kata-kata “Sikapmu mengusik hatiku”, benar-benar suatu ungkapan yang lembut. Ia tidak mengatakan, misalnya “Kamu telah menyakiti manusia….”
Faktor lain yang dapat memperkokoh ukhuwah adalah berempati terhadap penderitaan saudara dan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nya.
Sabda Rasulullah :
“Siapa yang mencukupi kebutuhan saudaranya, niscaya Allah mencukupi
kebutuhannya Siapa yang menolong seorang mukmin dari suatu kesusahan,
niscaya Allah akan menolongnya dari salah satu kesusahan pada hari
kiamat. Siapa yang menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah menutupi
aibnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi,
Ahmad)
Dalam hal mencukupi kebutuhan saudara kita;
- Skala paling rendah adalah sebatas mencukupi kebutuhannya ketika diminta dan kita mampu, dan bantuan tersebut diberikan dengan syarat hati merasa senang dan bahagia.
- Skala pertengahan adalah mencukupi kebutuhannya tanpa ia minta.
- Skala yang tertinggi adalah mengutamakan kebutuhan saudara kita daripada kebutuhan kita sendiri.
Sahabat di saat senang selalu banyak jumlahnya # namun ketika susah hanya sedikit yang tersisa
Maka jangan terpedaya dengan kebaikan seorang sahabat # namun ketika musibah menimpa tiada yang mengiba
Semua sahabat menyatakan dirinya setia # namun tidak semua berbuat seperti ucapannya
Kecuali sahabat yang penuh derma dan taat agama # itulah sahabat yang berbuat sama dengan kata-katanya
14. Menutup diri, berlebihan, membebani dan menghitung-hitung kebaikan
Jika Anda ingin membuat hati seorang sahabat menjadi senang dan bersikap terbuka apa adanya, maka hindarilah menutup diri dan jangan membuatnya merasa terbebani, jangan menghitung-hitung kebaikannya kepadamu, jangan memberatkannya agar melayanimu, dan bersikaplah rendah hati.
Dalam hal ini, cara pandang yang paling baik adalah kamu menganggap dirimu lebih layak melayani daripada dilayani, dengan demikian kamu cenderung menganggap dirimu sebagai pelayan. Barangkali Umar bin Khaththab adalah sosok yang bisa dijadikan contoh. Beliau berbuat baik kepada siapa saja, tidak hanya sahabat dekat, melainkan juga budak-budaknya.
Menurut Aslam, salah seorang pelayan Umar, pada suatu malam terkejut mendapati Umar sedang mengurus kuda-kuda pelayannya dan kudanya sendiri, seraya melantunkan puisi :
Jangan biarkan malam ini membuat hatimu resah # Hiasilah ia dengan sehelai baju dan sorban
Jadilah sahabat baik bagi Naif dan Aslam # Layanilah mereka
15. Enggan mengungkapkan perasaan cinta, enggan membela sahabat ketiak aibnya disebut
Tentang menyatakan cinta pada saudara Rasulullah bersabda:
“Jika seorang di antara kamu mencintai saudarnya karena Allah, maka kabarkanlah kepadanya, karena hal itu dapat mengekalkan keakraban dan memantapkan cinta.”
Di antara hak ukhuwah adalah membela dan mempertahankan nama baik sahabat. Rasulullah bersabda :
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُDalam hal mencukupi kebutuhan saudara kita;
- Skala paling rendah adalah sebatas mencukupi kebutuhannya ketika diminta dan kita mampu, dan bantuan tersebut diberikan dengan syarat hati merasa senang dan bahagia.
- Skala pertengahan adalah mencukupi kebutuhannya tanpa ia minta.
- Skala yang tertinggi adalah mengutamakan kebutuhan saudara kita daripada kebutuhan kita sendiri.
Sahabat di saat senang selalu banyak jumlahnya # namun ketika susah hanya sedikit yang tersisa
Maka jangan terpedaya dengan kebaikan seorang sahabat # namun ketika musibah menimpa tiada yang mengiba
Semua sahabat menyatakan dirinya setia # namun tidak semua berbuat seperti ucapannya
Kecuali sahabat yang penuh derma dan taat agama # itulah sahabat yang berbuat sama dengan kata-katanya
14. Menutup diri, berlebihan, membebani dan menghitung-hitung kebaikan
Jika Anda ingin membuat hati seorang sahabat menjadi senang dan bersikap terbuka apa adanya, maka hindarilah menutup diri dan jangan membuatnya merasa terbebani, jangan menghitung-hitung kebaikannya kepadamu, jangan memberatkannya agar melayanimu, dan bersikaplah rendah hati.
Dalam hal ini, cara pandang yang paling baik adalah kamu menganggap dirimu lebih layak melayani daripada dilayani, dengan demikian kamu cenderung menganggap dirimu sebagai pelayan. Barangkali Umar bin Khaththab adalah sosok yang bisa dijadikan contoh. Beliau berbuat baik kepada siapa saja, tidak hanya sahabat dekat, melainkan juga budak-budaknya.
Menurut Aslam, salah seorang pelayan Umar, pada suatu malam terkejut mendapati Umar sedang mengurus kuda-kuda pelayannya dan kudanya sendiri, seraya melantunkan puisi :
Jangan biarkan malam ini membuat hatimu resah # Hiasilah ia dengan sehelai baju dan sorban
Jadilah sahabat baik bagi Naif dan Aslam # Layanilah mereka
15. Enggan mengungkapkan perasaan cinta, enggan membela sahabat ketiak aibnya disebut
Tentang menyatakan cinta pada saudara Rasulullah bersabda:
“Jika seorang di antara kamu mencintai saudarnya karena Allah, maka kabarkanlah kepadanya, karena hal itu dapat mengekalkan keakraban dan memantapkan cinta.”
Di antara hak ukhuwah adalah membela dan mempertahankan nama baik sahabat. Rasulullah bersabda :
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh menzhalimi dan menyerahkannya.” (Bukhari, Ahmad)
16. Melupakannya karena sibuk mengurusi orang lain dan kurang setia
Di antara gambaran akhlaq buruk dalam berukhuwah adalah ketika kita mendapatkan seorang sahabat baru lantas meninggalkan sahabat yang telah kita kenal dalam jangka waktu lama. Salah satu penyebab kekecewaan sahabat adalah ketika ia berusaha sekuat tenaga untuk dekat denganmu dan selalu mengutamakanmu dari siapapun juga, ia justru mendapatimu tidak setia dan tidak menghargainya.
Tidak setia terhadap sahabat juga dapat memutuskan tali ukhuwah. Tanda-tanda kesetiaan terhadap sahabat di antaranya adalah :
- berdoa untuknya dari kejauhan, baik selama ia hidup atau setelah kematiannya, berbuat baik kepada orang yang dicintainya juga keluarganya.
- konsiten dengan sikap tawadhu’ (rendah hati) terhadap sahabat, sekalipun kedudukan ataupun ilmu Anda lebih tinggi darinya.
17. Mengingkari janji dan kesepakatan tanpa alasan yang jelas
Sifat buruk ini akan menumbuhkan anggapan dalam diri sahabat Anda bahwa Anda tidak memperhatikannya, karena orang yang mengingkari janji atau kesepakatan berarti telah meninggalkan sesuatu yang dianggap kurang penting demi meraih sesuatu yang dianggap lebih pening. Alasan ini sudah cukup kuat untuk membuat sahabatmu sedih, menodai cinta dan merusak ukhuwah.
18. Selalu menceritakan perkara yang menyedihkan dan suka menyampaikan berita yang membuat resah
Ibnu Hazm ra bekata : “Jangan sampaikan beritayang membuat saudaramu sedih atau tidak bermanfaat baginya, karena itu adalah perbuatan orang-orang kerdil. Dan jangan menyembunyikan berita yang bisa membahayakannya jika ia tidak tahu, karena itu merupakan pekerjaan orang-orang jahat.”
Yahya bin Mu’adz berkata : “Jadikanlah tiga hal berikut ini sebagai sikapmu terhadap orang-orang mukmin; jika tidak bisa memberi manfaat, maka jangan membahayakannya; jika tidak bisa membahagiakannya, maka jangan membuatnya sedih; Jika tidak memujinya, maka jangan mencacinya.”
19. Terlalu cinta
Maksudnya adalah menghindari hal-hal yang berlebihan, seprti ketergantungan atau rasa suka terhadap sahabat, membebani diri dengan beban yang terlalu berat dalam upaya melayani atau mendekatinya.
Rasulullah saw bersabda :
“Cintailah kekasihmu sesederhana mungkin, siapa tahu ia menjadi musuhmu pada suatu saat nanti. Dan bencilah musuhmu sesederhana mungkin, siapa tahu ia menjadi sahabat dekatmu pada suatu saat nanti.” (Bukhari, Tirmidzi)
Abul-Aswad berkata :
Cintailah kekasihmu dengan cinta yang sederhana # Karena kamu tidak tahu kapan ia menjauhimu
Jika harus benci, maka bencilah # Tapi jangan menjauhi
Karena kamu tidak tahu # Kapan harus kembali
Mencintai sahabat secara berlebihan malah akan melemahkan persahabatan. Lebih baik cinta yang terus merangkak namun menanjak daripada cinta yang melonjak namun lekas surut. Namun demikian, jadikanlah cintamu kepada sahabat lebih besar dari cintanya kepadamu, agar mendapat fadhilah (keutamaan) dari Allah melalui sabda Rasul-Nya :
“Tidaklah dua orang yang saling mencintai karena Allah, kecuali orang yang lebih besar cintanya adalah yang lebih utama di antara keduanya.” (Bukhari)
Jadikan tulisan ini sebagai bahan instrospeksi, menilai diri sendiri untuk memperbaiki kadar ukhuwah dan menunaikan hak ukhuwah saudaraku. Jangan jadikan tulisan dalam buku ini sebagai bahan untuk menilai sahabat-sahabat Anda, karena jika itu dilakukan, Anda pasti akan lebih memilih untuk ‘uzlah atau menyendiri. Wallahu’alam.
Sumber : al intima
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan Anda serta kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas isi artikel ini, namun kawan komentarnya yang sopan ya...!!! he..he..