ganbar timetoshareguys.blogspot.com |
Apa
sebenarnya peran kaum wanita Muslimah dalam mengemban dakwah Islam.
Secara syari' apakah mereka wajib mengemban dakwah seperti halnya
kaum pria, atau bagaimana?
Pada
dasarnya,
hukum
syara'
itu
dibebankan
kepada
laki-laki
dan
wanita.
Tidak
ditemukan
perbedaan
di
antara
kedua
jenis
kelamin
dalam
hal
taklif
(pembebanan
hukum),
kecuali
bila
terdapat
nash-nash
yang
membedakannya.
Apabila
terdapat
seruan
seperti:
"Hai
orang-orang
yang
beriman",
maka
seruan
tersebut
selain
ditujukan
untuk
kaum
lelaki
mencakup
pula
wanita.
Dengan
demikian,
tidak
perlu
ada
seruan
khusus
untuk
kaum
wanita,
misalnya:
"Wahai
orang-orang
wanita
yang
beriman".
Dalam
bahasa
arab
terdapat
kaidah
yang
menyatakan
bahwa
seruan
bagi
kaum
laki-laki
sekaligus
mencakup
seruan
bagi
laki-laki
dan
perempuan.
Sedangkan
seruan
bagi
perempuan,
tidak
mencakup
bagi
laki-laki;
ia
terbatas
hanya
untuk
kaum
wanita
saja.
Atas
dasar
tersebut
dapat
dipahami
bahwa
seruan-seruan
Allah
SWT
seperti1):
"Wahai,
orang-orang
yang
beriman";
"Wahai
manusia";
"Janganlah
kalian
membunuh
jiwa";
"Dan
siapakah
yang
lebih
baik
perkataannya
daripada
orang-orang
yang
menyeru
kepada
Allah
[berdakwah
kepada
Islam]
dan
melakukan
amal
shaleh
[melaksanakan
hukum-hukum
Islam]";
"Dan
taatilah
Allah,
taatilah
Rasul
dan
para
pemimpin
(pejabat
yang
menerapkan
Islam)
dari
kalangan
kamu";
-------------------
1)
Contoh-contoh
dari
sekian
banyak
seruan
yang
terdapat
pada
ayat-ayat
Al
Qurâan.
"Tegakkanlah
shalat
dan
keluarkanlah
zakat";
atau
"Sempurnakanlah
haji
dan
umrah
itu
bagi
Allah".
Juga
dapat
kita
pahami
seruan-seruan
Rasulullah
saw,
seperti2):
"Kaum
muslimin
terpelihara
darah
mereka";
"Siapa
saja
yang
beriman
kepada
Allah
dan
hari
akhir,
maka
hendaklah
ia
berkata
benar
atau
diam";
"Seorang
muslim
adalah
saudara
bagi
muslim
yang
lainnya";
"Menuntut
ilmu
wajib
bagi
setiap
muslim";
atau
"Sebarkanlah
oleh
kalian
salam
di
antara
kamu".
Walaupun
kata-kata
yang
terdapat
dalam
firman
Allah
SWT
dan
Hadits
Rasulullah
saw
tersebut
di
atas
semuanya
berbentuk
muzhakar
(jenis
laku-laki),
akan
tetapi
seruan
yang
demikian
telah
disepakati
bahwa
ia
juga
mencakup
bagi
wanita.
gambar roslibz.blogspot.com |
Ada
beberapa
hukum
yang
dikhususkan
bagi
kaum
pria
saja,
yaitu
apabila
ada
qarinah
(indikasi)
yang
menerangkan
bahwa
hukum
tersebut
tidak
mencakup
wanita.
Demikian
juga
sebaliknya,
ada
beberapa
hukum
yang
dikhususkan
bagi
kaum
wanita,
yaitu
dengan
adanya
beberapa
qarinah
yang
menunjukkan
bahwa
hal
tersebut
tidak
diperuntukkan
bagi
kaum
pria.
Sebagai
contoh;
laki-laki
adalah
pemimpin
bagi
wanita,
sedangkan
kaum
wanita
tidak;
laki-laki
memberikan
mahar
dan
nafkah,
serta
ditangannya
terdapat
akad
talak;
akan
tetapi
'iddah
mati
dan
'iddah
talak
tidak
berlaku
bagi
laki-laki,
ia
hanya
berlaku
bagi
wanita
saja;
wanita
memiliki
aurat
yang
berbeda
dengan
aurat
laki-laki;
kesaksian
wanita
berbeda
dengan
kesaksian
laki-laki;
wanita
bisa
terputus
shalat
dan
shaumnya
(karena
haid),
sedangkan
laki-laki
tidak.
Bagian
laki-laki
dalam
hal
warisan,
berbeda
dengan
bagian
wanita;
dan
seterusnya.
Kembali
ke pertanyaan di atas, yaitu peran wanita muslimah dalam mengemban
dakwah Islam; sebenarnya aktifitas tersebut bukanlah perbuatan yang
berdiri sendiri. Dengan kata lain, tidak cukup kita mencari dan
membahasnya dari sudut hukum syara' saja yang berkaitan dengan dakwah
wanita. Namun harus dibahas dari sudut hukum yang lain, karena
merupakan kumpulan dari berbagai perbuatan yang berkaitan dengan
kedudukan wanita dalam keluarga atau dalam masyarakat, serta ada
batas-batas hubungan antara pria dengan wanita, dan sebagainya. Dari
sinilah, maka dakwah untuk kalangan wanita mempunyai sejumlah hukum
syara'. Berikut ini hanya akan disebutkan sebagian saja dari
hukum-hukum tersebut:
-------------------
2)
Contoh-contoh dari sekian banyak seruan yang ada pada hadits-hadits
Rasul saw.
(1)
Keimanan dan keterikatan kepada halal dan haram ada lah wajib bagi
wanita, sebagaimana diwajibkan juga bagi laki-laki.
(2) Menuntut
ilmu tentang hukum-hukum syara' yang berkaitan dengan berbagai urusan
/perbuatan wanita ada lah wajib. Begitu pula dengan laki-laki
terhadap perbuatan yang dikhususkan baginya.
(3) Aktifitas
amar ma'ruf nahi munkar adalah wajib bagi wanita, sama halnya bagi
laki-laki, tetapi masing-masing melakukannya sesuai dengan
kemampuannya.
(4) Mengoreksi
tingkah laku penguasa merupakan bagian dari amar ma'ruf nahi munkar
yang sifatnya wajib atas wanita dan laki-laki.
(5)
Mengajarkan hukum-hukum Islam kepada kaum muslimin serta memerangi
pemikiran-pemikiran kufur dan sesat, merupakan kewajiban atas kaum
laki-laki dan wanita.
(6) Kegiatan
dakwah untuk menegakkan Islam dan mengembalikan Khilafah Islam untuk
memberlakukan hukum sesuai dengan apa yang telah diturunkan Allah,
merupakan bagian dari tugas/tanggung jawab bagi laki-laki dan wanita.
(7) Membentuk
suatu gerakan Islam yang berjuang untuk mengembalikan Khilafah Islam,
melaksanakan amar ma' ruf nahi munkar, dan mengoreksi/menasihati
penguasa, atau bergabung dalam gerakan seperti ini, merupakan fardlu
kifayah bagi seluruh kaum Muslimin, baik laki-laki maupun wanita.
Ketentuan-ketentuan
tersebut di atas dapat ditemukan dalam nash-nash Syara' yang mencakup
kedua jenis kelamin ini. Dengan tetap berpegang kepada semua
ketentuan umum ini, yang kedudukan laki-laki dan wanita di dalamnya
adalah sama, maka kita mendapatkan keadaan tertentu berbagai hukum
yang khusus bagi laki-laki; namun wanita dikecualikan dari
hukum-hukum khusus ini, tetapi ia tidak keluar dari
ketentuan-ketentuan yang tercantum pada butir 1-7 di atas. Keadaan
yang dimaksud di sini adalah antara lain:
(1)
Wanita tidak boleh keluar rumah, tanpa izin dari walinya sendiri.
Misalnya, ayah, saudara laki-laki, suami, paman, dan sebagainya.
Ketentuan ini membatasi kegiatan dan kemampuannya untuk bergerak di
bidang dakwah.
(2) Apabila
tidak disertai suami atau salah seorang muhrim dari keluarganya, maka
wanita tidak boleh mendatangi tempat-tempat khusus [rumah, apartemen,
dan sebagainya] yang di dalamnya terdapat laki-laki asing yang bukan
muhrimnya. Ketentuan ini juga membatasi kegiatan dan kemampuannya
untuk bergerak di bidang dakwah.
(3) Apabila
seorang wanita telah bergabung ke dalam suatu gerakan Islam dan
pimpinan gerakan tersebut menyuruhnya melaksanakan suatu perintah,
sementara walinya menyuruhnya dengan perintah yang lain, maka ia
wajib menaati perintah walinya selama perintah itu bukan berupa
maksiat yang nyata atau bukan maksiat menurut pandangan pemimpin
gerakan Islam tersebut.
gambar anneahira.com |
Secara
pasti, kita mengetahui bahwa taat kepada pemimpin adalah wajib
(sebatas wewenang kepemimpinannya). Pemimpin yang dimaksud di sini
antara lain khalifah (kepala negara), pejabat pemerintah, pimpinan
partai/organisasi Islam, dan sebagainya. Kita juga tahu bahwa taat
kepada ayah dan suami adalah wajib. Semua itu berlaku dalam perkara
bukan maksiat kepada Allah SWT. Apabila perintah ayah atau suami
bertentangan dengan perintah amir/pemimpin, maka dalam hal seperti
ini, mana yang harus ia patuhi?
Yang
wajib
dipatuhi
tidak
lain
adalah
taat
kepada
ayah
atau
suami.
Sebab,
nash-nash
Syara'
yang
ada
memang
lebih
menekankan
/menegaskan
agar
wanita
taat
kepada
ayah
atau
suami
daripada
mentaati
amir
/pemimpin
suatu
gerakan
Islam,
walaupun
si
wanita
termasuk
anggota
gerakan
Islam
tersebut.
Hadits-hadits
Rasulullah
saw
tentang
hal
ini
sangatlah
jelas,
seperti
antara
lain
sabda
beliau3):
"Ayah
itu
menduduki
pertengahan
pintu-pintu
surga.
Karena
itu,
peliharalah
pintu
itu
kalau
kalian
mau,
atau
tinggalkanlah
[dengan
segala
akibatnya]".
-------------------
3)
Lihat
Shahih
Ibnu
Hibban,
hadits
no.
426.
Imam
Al
Baidlawi
menjelaskan
arti
dan
maksud
dari
hadits
tersebut
bahwa
sebaik-baik
titipan
pelintas
masuk
surga
dan
mencapai
derajat
yang
tinggi
ialah
dengan
jalan
mematuhi
perintah
seorang
ayah
dan
berbakti
kepadanya4).
Ketaatan
kepada
ayah,
ini
juga
ditegaskan
di
dalam
hadits
lain
yang
diriwayatkan
oleh
Imam
Ath
Thabari,
yaitu
sabda
Rasulallah
saw5):
"Taat
kepada
Allah
adalah
sama
halnya
dengan
taat
kepada
seorang
ayah.
Berbuat
maksiat
kepada
Allah
adalah
sama
halnya
dengan
berbuat
maksiat
kepada
seorang
ayah".
Adapun
taatnya
seorang
isteri
kepada
suami,
banyak
hadits
Rasulallah
saw
yang
menjelaskan
hal
tersebut.
Misalnya,
kita
perhatikan
antara
lain
sabda
beliau6):
"Tidak
boleh
bagi
seorang
wanita
yang
beriman
kepada
Allah
memberi
izin
kepada
seorang
(laki-laki)
untuk
masuk
ke
dalam
rumah
suaminya,
sedangkan
suaminya
itu
tidak
suka
[kepada
orang
tersebut].
Juga,
tidak
boleh
bagi
seorang
wanita
keluar
rumah
kalau
suaminya
tidak
suka".
Di
antara aktifitas yang terpenting di dalam mengemban dakwah Islam
adalah keterikatan para pengemban dakwah dengan hukum -
hukumNya. Sesungguhnya keterikatan seperti itu, baik dari pihak
laki-laki maupun wanita, adalah termasuk salah satu kegiatan dakwah
untuk merealisasikan Islam. Dengan demikian, apabila seorang wanita
berpakaian secara syar'i, perilakunya islami baik di dalam lingkungan
keluarga maupun di dalam lingkungan masyarakat, bahkan membenci
setiap adat /kebiasaan orang Barat dan lainnya yang begitu nampak
sekarang dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam, serta ia merasa
bangga dengan ide-ide, hukum-hukum dan adat /kebiasaan yang
bernafaskan Islam pada saat ia menampilkan semua sifat /ciri Islam
ini di dalam dirinya, maka sesungguhnya ia sudah menjadi seorang
da'iyah (pengemban dakwah Islam) walaupun ia sendiri tidak
merencanakannya. Oleh karena itu, perilaku yang baik adalah langkah
awal dalam berdakwah kepada Islam, khususnya bagi wanita muslimah.
-------------------
4)
Lihat
Faidlul
qadir,
Abdurrauf
Al
Manawi,
VI/371.
5)
Lihat
At
Targhib
Wat
Tarhib,
Zakiyuddin
Al
Munzhiri,
III
/322.
6)
Lihat Shahih Ibnu Hibban hadits no. 4158; Musnad Ad Daylami
hadits no. 7772; dan Kasyful Ghummah, Imam Asy Syaârani,
II/107.
cat Admin :
Sumber Buku
:
Soal-Jawab
Seputar
Gerakan
Islam,
Oleh
Abdurrahman
Muhammad
Khalid,
Pustaka
Thoriqul
Izzah,
Januari
1994.
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan Anda serta kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas isi artikel ini, namun kawan komentarnya yang sopan ya...!!! he..he..