apa yang terjadi, misalnya, jika kenangan cinta hadir kembali di jalan pertaubatan seorang pahlawan?” (Anis Matta)
Dalam suatu perjalanan pulang dari Baqi’(makkam para syuhada) Rasulullah berkata pada seorang sahabat, “wahai
Abu Muwaihibah, telah didatangkan kepadaku kunci-kunci kekayaan dunia
untuk tinggal di dalamnya, lalu ke surga. Aku disuruh memilih antara di
dunia, atau bertemu dengan Allah dan surga”. Seketika, tanpa berpikir panjang Abu Muwaihibah menyahut, “Pilihlah tinggal di dunia dengan segala kunci-kunci kekayaannya, baru sesudah itu ke surga”. Mendengar ucapan sahabatnya, tetap dengan kesejukan jiwa, senyum dan sikap lemah lembut Rasulullah menjawab, “tidak, wahai Abu Muaihibah. Aku telah memilih bertemu dengan Allah dan surga”. Sungguh dalam hidup ini demikian banyak pilihan yang dihadapkan dalam perjalanan kita mengusung risalah dakwah para
rasul. Bahkan terlampau banyak halangan dan godaan yang kadang melemah
jiwa. Tak lepas kenangan masa lalu saja terlintas memperngaruhi langkah.
Sungguh, terlampau banyak kenangan masa lalu dalam jalan cita para
pejuang, ntahkah itu kenangan cinta, dosa dan segala praha di masa lalu
yang mungkin saja sangat berbeda dengan jalan hidayah yang kini kita
jalani. Kesalahan dan segala kekhilafan yang telah berlalu dan
tertinggal dengan segala keburukan bisa saja selalu menghantui bahkan
dalam sekejap bisa saja hadir mengganggu jiwa yang ingin berubah.
Demikian juga kenangan buruk yang terjadi di diri Khalifah Umar bin
Khathab, setiap kali ia teringat bagaiman ia mengubur hidup-hidup bauh
cintanya, saat itu juga ia menangis dan terjatuh hingga pingsa.
Demikianlah jalan cinta yang begitu menyesali perbuatan masa lalu.
Sungguh, tak mudah melupakan sebuah kenangan, apakah itu kenangan
buruk ataupun kenangan manis. Kenangan manis yang tertuang di dalam
perasaan, bersemu menjadi cinta merupakan kenangan yang tak mudah untuk
dilupakan. Pengalaman batin khalifah Umar bin Abdul Aziz, khalifah
termasyhur dalam Bani Umayyah, besar dan tumbuh dalam lingkungan istana,
membuat beliau larut dalam dengan gaya hidup di istana, bahkan untuk
shalat jamaah kadang ditunda karena ia masih menyisir rambutnya.
Demikian juga dengan kisah cinta khalifah Umar bin Abdul Aziz, suatu
kali beliau jatuh cinta pada seorang gadis, namun istrinya, Fatimah
binti Abdul Malik tak pernah mengizinkannya menikah lagi.
Namun, kala ia menjadi khalifah, terjadi perubahan yang luar biasa
dalam hidupnya. Ia bertekad untuk berubah dan merubah dinasti Bani
Umayyah. “aku takut pada neraka” katanya menjelaskan rahasia
perubahan itu kepada ulama terbesar di zamannya, AL Zuhri. Sejak hari
itu, beliau memulai perubahan besar yang di mulai dari dirinya, keluarga
dan kerajaannya, hingga seluruh rakyatnya. Kerja keras tersebut
membuahkan hasil yang luar biasa.
Suatu saat dikisahkan bahwa Umar mengalami sakit akibat kelelahan
dalam mengatur urusan pemerintahan. Fatimah pun datang membawa kejutan
untuk menghibur suaminya. Rasa cinta di atas cinta, pergolakan rasa
cemburu dan cinta, meluluhkan hati istrinya. Ia menghadiahkan gadis yang
telah lama dicintai Umar, suaminya yang teramat ia cinta dan hormati.
Cintalah yang mampu mengerakkan hati, cintalah yang mampu menguatkan
hati yang demikian rapuh.
Kenangan cinta yang telah lama terkubur dalam, terhalang oleh suatu
batasan dan dinding pahalang, kini jalan saling memadu kasih terbuka
indah di depan mata sang Khalifah, bagaimana tidak begitu pun si gadis
begitu mencintai khalifah Umar. Namun, sungguh diluar dugaan, kala cinta
itu hadir di dalam jalan pertaubatan dan perubahan, khalifah Umar malah
berkata: “Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak
merubah diri saya kalau saya kembali kepada dunia perasaan semacam itu,”
hingga pada akhirnya beliau menikahkan gadis itu dengan pemuda
lain. Khalifah Umar memenangkan cinta yang lain, karena memang ada cinta
di atas cinta.
Wahai ikhwan dan akhwat yang demikian cintanya kepada Allah dan
rasul-Nya. Cinta sebuah keniscayaan. Tak ada cinta yang demikian
besarnya dari cinta Rabb’, Allah kepada kita. Tak ada halangan menduakan
cinta-Nya. Walau kadang cinta yang lain selalu saja mampir, mengoda dan
melemahkan keimanan diri. Tak mudah berjuang dalam juang, yang mana
cinta menjadi penghalangnya, yang mana nafsu menjadi tujuan dan
panglimanya. Sungguh, tak mudah bagi hati yang telah terusik untuk
kembali ke posisinya semula, maka marilah kita jaga hidayah dan keimanan
tetap lekat, teguh dan kukuh di dalam jiwa. Biarkan cinta berlalu,
karna cinta yang mati.
Kisah khalifah mengajarkan makna hakikat pencarian dan perubahan diri
yang laur biasa. Sungguh tidak ada cinta yang mati di sini. Karena
sebelum meninggalkan rumah Khalifah Umar, gadis itu bertanya, “Umar,
dulu kamu pernah mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu sekarang?” Umar
bergetar haru, tapi ia kemudian menjawab, “Cinta itu masih tetap ada,
bahkan kini rasanya lebih dalam!”
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan Anda serta kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas isi artikel ini, namun kawan komentarnya yang sopan ya...!!! he..he..